Jakarta –
Transportasi daring atau online telah menjadi salah satu alternatif orang Untuk bepergian. Ke sisi lain, maraknya transportasi online ini juga membuat banyak orang menggantungkan hidup Bersama cara menjadi pengemudi ojek online (ojol).
Akan Tetapi, menurut pengamat transportasi yang juga Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pembaruan Area Kelompok Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno, menggantungkan hidup menjadi pengemudi ojol justru Memperoleh tantangan sendiri. Sebab, profesi itu tak Memperoleh jaminan dan batasan jam kerja.
“Sulit rasanya menjadikan profesi pengemudi ojol menjadi sandaran hidup. Pasalnya, aplikator tidak membatasi jumlah pengemudi, menyebabkan ketidakseimbangan supply dan demand. Bekerja tidak Untuk kepastian, status keren sebagai mitra Akansegera tetapi realitanya tanpa penghasilan tetap, tidak ada jadwal hari libur, tidak ada jaminan Kesejaganan, jam kerja tidak terbatas,” kata Djoko Untuk keterangan tertulis yang diterima detikOto, Senin (19/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lanjut Djoko, beberapa masukan Bersama Kelompok Untuk Meningkatkan Kesejaganan para pengemudi ojek online Ke antaranya mengenai penyesuaian tarif, pengadaan bonus/reward, peningkatan pelayanan, penurunan potongan aplikator, dan penurunan Harga Solar. Juga soal aspek keselamatan Untuk pengemudi ojol.
“Aspek keselamatan belum menjadi perhatian utama Bersama pengemudi ojek online. Hal ini terlihat Bersama waktu operasi pengemudi yang belum memperhatikan aspek kelelahan yang Akansegera berpengaruh Pada keselamatan, terlihat Bersama jam kerja yang didominasi 6-12 jam/hari (42,85 persen),” sebut Djoko.
Ada juga masukan agar ojek online diresmikan sebagai angkutan umum. Akan Tetapi, hal itu harus memenuhi syarat tertentu.
“Jika ingin sebagai angkutan umum, otomatis segala persyaratan dan hal-hal yang berlaku Untuk angkutan umum juga berlaku pula Untuk sepeda Kendaraan Bermotor Roda Dua yang berfungsi sebagai angkutan umum, seperti wajib melakukan uji berkala (kir), wajib dilengkapi perlengkapan, SIM C Umum, pelat nomor kendaraan berwarna kuning, tarif ditetapkan perusahaan angkutan umum (bukan aplikator seperti sekarang) atas persetujuan pemerintah,” ujarnya.
Djoko mencontohkan Kota Agats, Kab. Asmat. Dari 2011, Ke sana sudah diterapkan ojek sebagai angkutan umum dan kendaraan pelat kuning. Kendaraan yang digunakan sepeda listrik, Lantaran hampir 100 persen kendaraan Ke Kota Agats menggunakan Kendaraan Listrik.
“Kab. Asmat sudah Memperoleh Perda dan Perbup yang dapat mengatur ojek sebagai angkutan umum,” kata Djoko.
“Jika pemerintah ingin melindungi warganya, dapat dibuatkan Inisiatif dan diserahkan Hingga Area Untuk dioperasikan. Seperti halnya yang dilakukan Pemerintah Korea Selatan membuat Inisiatif Untuk usaha taksi. Untuk upaya Untuk melindungi sopir taksi yang kebanyakan tidak berbahasa Inggris dan rata-rata sudah berusia tua,” pungkas Djoko.
Artikel ini disadur –> Oto.detik.com Indonesia: Jam Kerja Tak Terbatas, Tidak Dapat Jaminan