Jakarta –
Masalah transportasi Bersama Ekspedisi seperti truk hingga Kendaraan Angkutan Umum Perjalanan Ke Luarnegeri menjadi atensi. Komunitas Transportasi Indonesia (MTI) berharap lewat pemerintahan Mutakhir Bersama pusat hingga Lokasi punya Ide besar Sebagai membenahi sistem transportasi Ke Indonesia.
Ketua Umum MTI, Tory Darmantoro membeberkan soal angkutan Ekspedisi, data terakhir Bersama kebutuhan Dana Ekspedisi Tanah Air yang berkisar Ke angka Rp 1.400 triliun. Angka ini hanya mampu membawa Kemajuan ekonomi Indonesia Ke angka 5%. Sambil pemerintah sendiri menargetkan Kemajuan ekonomi terdongkrak Ke angka 8%.
“Sebagai mencapai Indonesia emas kita butuh 8%. Kalau Setelahnya Itu kita menggenjot Kemajuan 8% Bersama Situasi Ekspedisi seperti ini, itu Akansegera berkali-kali lipat. Sebab sistemnya tidak berubah, tata kelola tidak berubah, paradigma tidak berubah,” terangnya.
“Sebelum dua tahun lalu MTI meminta pemerintah Sebagai mengubah paradigma angkutan Ekspedisi. Bersama yang sifatnya sektoral, diubah menjadi supply chain. Harusnya Di struktur ruang dan struktur pergerakan itu sinergi. Sistem perkotaan Ke Indonesia itu hubungannya satu sama lain mau seperti apa? Apakah mau kereta, kapal, atau jalan tol, itu harus ditata. Supaya kita menggunakan Gaya angkutan Bersama karakteristik yang paling efisien Sebagai melayani itu,” tandas Tory.
Darmaningtyas, Dewan Penasehat MTI sekaligus Ketua Instran. Ia menilai lemahnya pengawasan dan penerapan regulasi Lebih memperburuk Situasi keselamatan transportasi darat Ke Indonesia.
“Penampilan keselamatan transportasi darat Di ini berbanding terbalik Bersama perannya sebagai penggerak utama angkutan orang dan Produk. Regulasi seakan tidak ada, dan pemerintah seperti tidak peduli Di dampak buruk yang terjadi. Kecelakaan yang terus terjadi Ke angkutan truk dan Kendaraan Angkutan Umum wisata perlu memperoleh atensi khusus agar tidak terus terulang dan membawa korban jiwa secara sia-sia,” ujar Darmaningtyas.
Pengamat Keputusan publik, Agus Pambagio melihat penertiban truk ODOL menjadi Permasalahan lintas sektoral. Dia berharap lewat hadirnya Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, semestinya punya kapasitas Sebagai Merangsang perubahan sistem transportasi Ke Indonesia.
“Kalau kita bilang ngatur jalan saja itu Bersama polisi saja, Pembantu Pemimpin Negara perhubungan saja, itu gak bisa,” kata Agus.
“Makanya mumpung sekarang kita punya Pembantu Pemimpin Negara koordinator infrastruktur. Dia-lah yang harus memanggil semua kementerian sektoral yang Yang Berhubungan Bersama Bersama keselamatan dan operasional kendaraan Ke jalan raya,” ujar dia.
“Panggil Pembantu Pemimpin Negara Perhubungan, Perindustrian, Perdagangan, PU, Kepolisian, Pembantu Pemimpin Negara Keuangan, Pembantu Pemimpin Negara BUMN. Tanya, ayo kita buat Pendesainan 5 tahun mau diapakan harus bertahap, supaya tidak Ke teriak semua,” ungkap dia.
“Supaya tidak Ke teriak semua, misalnya Pembantu Pemimpin Negara perhubungan bikin aturan soal ODOL, pasti langsung dipotong kementerian perindustrian dan perdagangan, itu merugikan dan seterusnya.”
“Supaya tugas itu, itulah tugas menko bukan hanya meresmikan proyek tetapi serius Bersama ini memanggil seluruh tadi jajarannya Sebagai menghasilkan sebuah meralat yang harus dilakukan aksinya Ke jalan,” tandas Agus.
Kecelakaan akibat ODOL sering kali hanya menyeret supir Ke Perabot hijau, Sambil pemilik kendaraan, perusahaan angkutan, dan pemilik Produk yang seharusnya turut bertanggung jawab, luput Bersama hukuman.
“Sistem ini perlu diubah. Semua pihak, mulai Bersama pengusaha hingga pemilik Produk, harus ikut bertanggung jawab Di menjamin keselamatan Ke jalan raya,” ungkap Djoko Setijowarno, Ketua Bidang Pemberdayaan dan Pembuatan Area MTI.
MTI melihat kecelakaan transportasi darat, terutama yang melibatkan Kendaraan Angkutan Umum Perjalanan Ke Luarnegeri dan truk, terus terjadi tanpa ada perbaikan sistemik yang signifikan. Situasi ini telah mencapai tahap darurat yang tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.
“Bagaimana hubungan Di industri, komersial. Itu semua harus ditata. Tidak ada lagi truk kleweran Ke pinggir jalan nasional, Sebab memang harusnya Sebab sesuai Undang-Undang No 19 tahun 1992 kemenhub itu bersama kementerian lain harus Memperoleh simpul dan lintasan angkutan Produk. Nah, kita nggak punya. Yang ada hanyalah tol dan rest area,” ujar Tory.
“Kenapa saya bilang tidak ada sistem Ke Ekspedisi, Sebab ODOL itu terus terjadi, terus Setelahnya Itu Bersama Sebab Itu suatu kebiasaan, kayaknya kalau tidak pakai ODOL bukan Ekspedisi, bukan angkutan Produk,”
Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno juga menunggu langkah taktis Berikutnya Bersama Pembantu Pemimpin Negara Perhubungan, supaya angka kecelakaan menurun.
“Juga selalu dinanti ketegasan Pemimpin Negara Prabowo Subianto mengatasi angkutan Produk berdimensi dan bermuatan lebih (overdimension overload/ODOL). Jika masih diabaikan, truk Akansegera tetap menjadi pencabut nyawa Ke jalan. Bermobilitas Ke negeri yang tidak berkeselamatan Akansegera menghambat cita-cita pemerintah mewujudkan Ke Indonesia Emas 2045,” kata Djoko beberapa waktu yang lalu.
Artikel ini disadur –> Oto.detik.com Indonesia: Menghilangkan Truk dan Kendaraan Angkutan Umum ‘Pencabut Nyawa’ Bersama Jalanan Indonesia